Resensi Buku: Birokrasi, Kekerasan Struktural dan Kemiskinan di India


 Noer Fauzi Rachman

Penulis buku               : Akhil Gupta 

Judul buku                  : Red Tape: Bureaucracy, Structural Violence, and Poverty in India

Penerbit                      : Duke University Press

Tahun terbit                : 2012  

 

Buku baru Akhil Gupta (2012) Red Tape: Bureaucracy, Structural Violence, and Poverty in India dibuat untuk menjawab satu teka-teki utama, yaitu mengapa suatu Negara, yakni Negara India, yang menyatakan orientasi utamanya adalah untuk menggencarkan pembangunan gagal menolong sejumlah besar rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan yang parah? Mengapa rezim-rezim penguasa di India yang legitimasinya bergantung pada upayanya memperbaiki hidup orang-orang miskin terus membiarkan 250 juta hingga 427 juta rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan?  Cara lain merumuskan pertanyaan-pertanyaan itu adalah menanyakan, mengapa setelah lebih dari enam puluh tahun upaya-upaya pembangunan oleh Negara paska kolonial, mengapa begitu banyak warga Negara India terus didera oleh kekejaman kelaparan dan malnutrisi yang endemik, dan menderita karena kekurangan syarat hidup yang layak, pakaian, perumahan, air bersih dan sanitasi?  

Gupta tidak melihatnya keberlanjutan kemiskinan itu sebagai pengecualian, tragedi, atau sekedar nasib buruk. Bukan itu. Melainkan, dikarenakan bentuk-bentuk kekerasan yang tidak kelihatan yang menghasilkan kematian jutaan orang miskin, khususnya ibu-ibu perempuan remaja, rakyat berkasta rendah, dan masyarakat adat. Mengapa kekerasan demikian itu tidak terlihat?

Menariknya buku ini menunjukkan bahwa kekerasan struktural (structural violence) telah dilakukan oleh Negara. Gupta membuat argumen umum bahwa kemiskinan yang ekstrim harus diteoritisir sebagai bentuk pembunuhan yang langsung dan dirancang, yang dibuat mungkin oleh kebijakan-kebijakan pemerintahan dan praktek-praktek kelembagaan ketimbang sebagai situasi yang tidak dapat dielakkan dimana orang-orang miskin “terpaksa mati”, atau “dibiarkan mati”. Negara  melakukan kekerasan struktural. Dalam buku ini Gupta menunjukkan tiga mekanisme utamanya, yakni dengan korupsi, salah (ke)pengaturan, dan juga naskah-naskah tertulis. 

 

***

 

Pembaca akan mendapat inspirasi dari buku baru Akhil Gupta ini untuk memikirkan panduan metodologis membuat catatan etnografis atas naskah-naskah yang dibuat pejabat pemerintahan. Gupta membeberkan bagaimana andil naskah-naskah birokrasi itu terhadap pembentukan kekerasan struktural. Dalam bukunya itu, Gupta menunjukkan secara rinci beragam bentuk-bentuk tulisan birokrasi India, kondisi dimana para pejabat menulis dan menerima teks tertulis, dan akibat-akibat dari berbagai tipe tulisan terhadap nasib orang miskin. Mengenai andil kerja tulis-menulis terhadap kekerasan struktural, ia berargumen tulisan bukan hanya merupakan “a key modality by which structural violence is inflicted on the poor, but also to demonstrate how it functions to that end” (Gupta, 2012:141).

Kita semua tahu bahwa birokrasi adalah penghasil banyak naskah. Para birokrat sudah menjadikan tulis-menulis demikian itu sebagai kebiasaannya. Mengutip Jack Goody (1986), Gupta membenarkan bahwa berjalannya birokrasi betul-betul bergantung pada kerja tulis-menulis karena tulis menulis memungkinkan komunikasi jarak jauh, penyimpanan informasi di arsip, dan interaksi berlangsung tanpa gangguan pribadi apapun; dan lebih dari itu komunikasi tulis-menulis ini benar-benar penting untuk membentuk dan telah menjadi satu karakteristik pokok dari suatu bentuk Negara birokratik.

Bagaimana kita mempelajari naskah hasil tulis-menulis para pejabat pemerintah? Gupta menganjurkan kita jangan menganggap tulis-menulis sebagai hasil samping dari aktivitas pejabat pemerintahan, atau sepenuhnya menganggap apa yang ditulis adalah apa yang dilakukan pemerintah. Peneliti perlu kehati-hatian memperlakukannya.  Karena bisa jadi apa yang ditulis tidak dilakukan. Bukan jarang, banyak tulisan dihasilkan tapi bukan oleh pejabat itu sendiri. Kebanyakan tulisan-tulisan pejabat itu tidak dibaca sesama pejabat.  Kalangan pejabat ada juga yang banyak mengandalkan bicara di rapat-rapat, dan  sering sekali hal itu berarti mereka sedang kirim pesan pada koleganya, atau bawahannya.  Rapat-rapat demikian tidak banyak didokumentasikan, seperti para peneliti biasanya melakukan pendokumentasian observasi atas pertemuan-pertemuan yang menjadi objek penelitiannya.  

Para peneliti sering membuat penilaian terlalu berlebihan pada naskah-naskah birokrasi itu.  Di halaman 142,  Gupta menasehati agar terus memperhatikan kontradiksi antar tulisan, perbuatan pejabat, dan konteks ruang-waktu yang melingkupi keduanya. Bahkan bisa jadi hubungan bertolak-belakang. Lain kata, lain perbuatan. Selain itu, tentunya tetap perlu  memperhatikan bentuk-bentuk khusus dari penulisan dan naskah-naskah para pejabat birokrasi pemerintah. Biasanya tulisan birokratik itu memenuhi bentuk-bentuk yang baku-nya sendiri, mengulang-ulang, dan datar. Kalau peneliti menemukan bentuknya berbeda dari biasanya, apalagi dengan isi yang juga berbeda, maka ia perlu menelusuri bagaimana hal itu bisa dimungkinkan.

             

 

 

 

No comments:

Post a Comment