Noer Fauzi Rachman
Wacana, Jurnal Transformasi Sosial, Nomor 33, Tahun XVI, 2014 | Halaman 25-48. Untuk artikel lengkap bisa diunduh bebas sepenuhnya dari: https://www.aman.or.id/wp-content/uploads/2014/06/Wacana-_33.pdf
Pengantar
Sejak 16 Mei 2013, hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara yang berada di bawah penguasaan Kementerian Kehutanan; hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan demikian dalam perkara Nomor 35/PUU-X/20121 (selanjutnya disebut Putusan MK 35) berkenaan dengan gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama dua anggotanya, yakni kesatuan masyarakat hukum adat Kenegerian Kuntu dan kesatuan masyarakat hukum adat Kasepuhan Cisitu. Mereka memohon MK menguji konstitusionalitas Pasal 1 angka 6 dan beberapa pasal lainnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Naskah ini bermaksud mengapresiasi Putusan MK 35. Bagian awal naskah ini akan mengurai terlebih dahulu secara ringkas isi Putusan MK 35, lalu akan disajikan makna penegasan norma konstitusional dalam putusan itu, terutama berkenaan dengan perjuangan agraria yang dilansir oleh AMAN. Selanjutnya akan disajikan tanggapan awal dari berbagai pihak, di antaranya Presiden Republik Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kehutanan, dan AMAN sendiri beserta para pendukungnya mengenai Putusan MK 35. Di bagian penutup, penulis akan menyajikan catatan refleksi.