Gender dan Politik Konsesi Agraria: Dimensi Gender dalam Mekanisme-mekanisme Penguasaan Tanah, Perubahan Tata-Guna Tanah, dan Krisis Sosial-Ekologis dalam Perkebunan Kelapa Sawit, Pertambangan, Hutan Tanaman Industri, dan Restorasi Ekosistem”.

 

Siscawati, Mia dan Noer Fauzi Rachman (2023) “Gender dan Politik Konsesi Agraria: Dimensi Gender dalam Mekanisme-mekanisme Penguasaan Tanah, Perubahan Tata-Guna Tanah, dan Krisis Sosial-Ekologis dalam Perkebunan Kelapa Sawit, Pertambangan, Hutan Tanaman Industri, dan Restorasi Ekosistem”. Pernah terbit sebagai paper posisi Sajogyo Institute nomor 12/2014, yang data diunduh pada  https://sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/Mia-Rachman-2014.pdf. Bab Pertama dalam buku suntingan Noer Fauzi Rachman dań Mia Siscawati (2018) Gender dan Politik Konsesi Agraria. Bogor: Sajogyo Inti Utama. Edisi baru diterbitkan Oleh Penerbit Kompas (2023). 



Abstract 


            Sejak jatuhnya rezim otoriter Soeharto pada tahun 1998, dan diterapkannya kebijakan desentralisasi yang dimulai pada tahun 2000, terjadi perubahan penguasaan tanah dan sumber-sumber agraria diiringi dengan perubahan tata guna tanah secara drastis dan dramatis dalam beragam lokalitas kepulauan Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut terkait dengan pemberian konsesi-konsesi agraria, meliputi ekstraksi sumber daya hutan dan sumber tambang, serta konsesi perkebunan besar (Moeliono et al 2009, Resosudarmo et al 2012).

Meninjau Kembali Teorisasi Mengenal Desentralisasi, Community Driven Development, dan Kapitalisasi Agraria

 


Noer Fauzi Rachman
[1]                            


Dimuat
 sebagai "Meninjau Kembali Teorisasi
 Mengenal Desentralisasi, Community Driven Development, dan Kapitalisasi Agraria”. Bhumi, Jurnal Agraria dan Pertanahan. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional – STPN 2018  4(1):1-23. https://jurnalbhumi.stpn.ac.id/index.php/JB/article/view/213/0   

 


                                                              “My point is not that everything is bad, but that everything is dangerous, which is not exactly the same as bad”. 

(Foucault, 1994:256)


Pendahuluan

Seperti secara jelas dikemukakan dalam judul di atas, artikel ini hendak meletakkan kebijakan desentralisasi dan proyek-proyek Community Driven Development (untuk selanjutnya disingkat CDD) dalam konteks pembangunan kapitalis.  Yang dituju oleh kebijakan desentralisasi adalah transformasi dari birokrasi pemerintah daerah agar menjadi lebih responsif dan bertanggungjawab. Sementara itu, proyek-proyek CDD ditujukan untuk memfasilitasi komunitas-komunitas pedesaan dan perkotaan ‘mengatur diri sendiri’ dalam menanggulangi kemiskinannya.  Penulis tidak memperlakukan keduanya secara terpisah. Keduanya sama-sama dipromosikan oleh Bank Dunia pada suatu periode yang sama dan berada di bawah suatu haluan yang saling mengikat satu sama lainnya. Badan-badan pemerintahan daerah dan komunitas-komunitas itu, terus ditempa menjadi agen-agen aktif penyokong apa yang dikenal dengan istilah “tata pemerintahan yang baik” (good governance). Selain berusaha untuk mengkritisi haluan itu, tulisan ini juga mengemukakan konsekuensi-konsekuensinya.