Data Buku yang Diresensi
Judul buku: Memahami Krisis dan Kemelut Pandemi Covid-19
Penulis: Noer Fauzi Rachman, Ph.D dan Ilsa Nelwan, dr.MPH
Penerbit: Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek.
Cetakan: I, Oktober 2021
Tebal: xx+230 halaman
ISBN: 978-602-6477-79-8
Buku dapat didownload secara gratis di https://repositori.kemdikbud.go.id/23425/
Kompas 5 Desember 2021
Pesan utama dari buku “Memahami Krisis dan Kemelut Pandemi Covid -19” yang ditulis oleh Noer Fauzi Rachman, PhD. & Ilsa Nelwan, dr. MPH mengingatkan kita bahwa manusia, hewan dan alam lingkungan adalah suatu kesatuan yang merupakan landasan kritis dari rantai kehidupan manusia.
Tindakan-tindakan manusia yang mengabaikan hal ini dan memorak-porandakan rantai alamiah tersebut telah menyebabkan ‘perlawanan balik’ alam pada manusia dan terjadinya berbagai pandemi dalam abad ini termasuk Covid-19.
Kekuatan buku yang diterbitkan pada Oktober 2021 ini adalah kemampuannya menjabarkan Covid-19 dari hulu ke hilir secara ilmiah dan sederhana serta pendekatannya yang lintas disiplin yang menghubungkan kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan dan meletakkannya dalam konteks struktural yang luas. Kedua hal ini dilakukan dengan meletakkan epidemi Covid-19 dalam konteks Indonesia dengan penjelasan yang runtun dan tidak hanya dalam konteks global.
Pengetahuan kedua penulis, Noer Fauzi Rachman yang merupakan pakar lingkungan dan Ilsa Nelwan pakar kesehatan umum, dipadu dengan halus tanpa terasa batasan-batasan sektor atau ilmu pengetahuan sehingga mampu memberikan penjelasan yang utuh pada pembaca mengenai kompleksitas Covid-19. Kedua penulis bicara data, tetapi mampu menjelaskan arti yang ada dibalik angka dan data Covid-19 tersebut.
Sampai dengan saat ini, semua penjelasan yang diberikan media dan sumber-sumbernya menyangkut Covid-19 hanya memberikan angka dan data tanpa menjelaskan hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari, dan ini sering kali membuat kebingungan. Kedua penulis bicara data, tetapi mampu menjelaskan arti yang ada dibalik angka dan data Covid-19 tersebut.
Bila konsep yang menyangkut penjelasan Covid-19 tersebut rumit menyangkut konsep ilmiah kedokteran yang kompleks, selalu ada ilustrasi, diagram atau kotak informasi tersendiri yang menjelaskan dengan gamblang tentang konsep-konsep medis tersebut agar dapat dimengerti orang awam.
Yang menarik adalah kedua penulis mengingatkan pembaca kalau epidemi bukanlah masalah baru dan telah berabad-abad ada bersama umat manusia. Bahkan, ada tabel di Bab II yang memperlihatkan epidemi yang pernah terjadi dalam sejarah, berawal dari Wabah Antonius tahun 165–180 yang terjadi di zaman Kerajaan Roma dan dipercaya berasal dari cacar atau campak yang mematikan 5 juta orang.
Masalahnya adalah manusia memilih untuk lupa pada berbagai wabah ini dan selalu menganggap epidemi atau pandemi berhubungan dengan masa lalu yang kemajuan ilmu kesehatannya rendah, seperti flu Spanyol yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 1918–1919 yang mematikan 40 sampai 50 juta orang.
Sekarang setelah terjadi Covid-19 barulah kita remang-remang mengingat kembali flu Spanyol sebab kejadian tersebut tercatat dalam berbagai laporan dan buku. Foto-foto dari Eropa memperlihatkan orang-orang pada waktu itu menggunakan masker sama seperti halnya sekarang.
Masalahnya, para pemimpin dunia era sekarang lupa membaca sejarah masa lampau seperti wabah flu Spanyol dan tidak mempunyai kesiapan atau pengetahuan untuk menghadapi epidemi Covid-19. Amerika Serikat yang paling siap dan mempunyai kebijakan dan kesiapan tertinggi untuk menghadapi pandemi justru merupakan negara dengan kematian Covid-19 paling banyak di dunia.
Buku ini dengan rancak mampu menjelaskan kejadian epidemi atau pandemi di masa lalu serta penyebabnya sambil memperlihatkan pada pembaca bahwa wabah tersebut kebanyakan disebabkan oleh zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan vertebrata ke manusia, dan sudah berada di antara kita berabad-abad.
Seperti halnya umat manusia yang datang silih berganti, mikroba yang menyebabkan penyakit dan epidemi atau pandemi juga tidak pernah musnah dari bumi ini. Buku ini menjelaskan bahwa mikroba yang berpindah dari hewan ke manusia dan menjadi penyakit zoonosis, kemudian menyebar dari manusia ke manusia dan terjadilah epidemi.
Berbagai alasan kuat diberikan dan didukung dengan contoh studi kasus seperti flu burung yang berasal dari peternakan ayam, HIV yang sudah ada di Kamerun sejak tahun 1920 dan berasal dari simpanse, Ebola yang meledak tahun 2014 yang berasal dari kelelawar dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) tahun 2003 yang berasal dari peternakan bebek.
Zoonosis menurut penjelasan buku ini merupakan titik simpul kritis yang menghubungkan kesehatan hewan, kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan, di mana ketiga pilar ini saling membentuk satu sama lainnya. Pertanian serta peternakan industrial dengan skala besar yang dibuka dengan merambah hutan, membuat patogen zoonosis keluar dari inang utamanya dan sampai pada tubuh manusia. Deforestasi ini kemudian menyebabkan makin banyak jenis patogen zoonosis yang memasuki rantai makanan manusia.
Produksi makanan di era global ini yang semakin meningkat dan membawa keuntungan besar untuk perusahaan-perusahaan multinasional juga menyebabkan munculnya berbagai pandemi. Sehingga tidak mungkin masalah pandemi ini hanya dilihat dari sudut pandang kesehatan, tetapi unsur-unsur penting lainnya yang menyangkut aktivitas ekonomi dan perilaku sosial harus ikut dipetimbangkan.
Pandemi Covid-19 ini telah menyoroti kerentanan-kerentanan ekonomi, ekologis dan juga sosial dalam masyarakat kita dan memerlukan perhatian pemerintah dan juga pengusaha.
Pendekatannya harus saling bersinergi dan mendukung agar membentuk sebuah kesatuan yang mulus tanpa ada benjolan-benjolan penghalang (seamless).
Buku ini memberikan jalan keluar dengan menjabarkan pendekatan kesehatan umum, ”One Health,” yang merupakan kerangka pendekatan epidemi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017. ”One Health” adalah ’pendekatan untuk merancang dan menerapkan program, kebijakan, perundang-undangan, dan penelitian yang mana berbagai sektor saling komunikasi dan bekerja sama untuk mencapai hasil kesehatan masyarakat lebih baik’ (hlm. 93).
Konsep ”One Health” ini memerlukan pendekatan yang holistik, yang lintas disiplin serta multisektor dalam menangani kesehatan masyarakat agar siap dan mampu menghadapi keadaan darurat kesehatan seperti Covid-19. Sehingga kesehatan masyarakat umum bukan hanya kesehatan manusia belaka, tetapi juga memperhitungkan kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan. Pendekatannya harus saling bersinergi dan mendukung agar membentuk sebuah kesatuan yang mulus tanpa ada benjolan-benjolan penghalang (seamless).
Covid-19 memperlihatkan kalau unsur ekonomi dan kesehatan secara natural adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu, pendekatan kesehatan masyarakat yang memadai ke depan akan memerlukan perombakan sekat-sekat sektor dan keilmuan. Ini tidak akan mudah dalam era globalisasi dan dunia kita sekarang yang serba terhubung.
Rantai sirkulasi komoditas global turut punya andil dalam penyebaran Covid-19 ke seluruh dunia. Ini terbukti dengan jelas sekali dengan meledaknya Covid-19 di Wuhan, China pada akhir Desember 2020, dan Covid-19 hanya memerlukan waktu dua minggu untuk menyebar keluar dari Tiongkok sampai di pelosok-pelosok dunia.
Pada bulan Maret 2020, virus ini telah sampai di 72 negara. Hal ini terjadi karena virus Covid-19 mampu melekat pada rantai pasokan industri di Wuhan dan secara bersamaan ikut pula melekat pada perjalanan perdagangan melalui perjalanan udara.
Buku ini menyebut kalau ada 51.000 perusahaan di seluruh dunia yang memiliki satu atau lebih pemasok langsung di Wuhan dan ada 938 perusahaan di daftar Fortune 1000 yang memiliki satu atau dua pemasok tingkat di wilayah Wuhan. Sehingga ketika Covid-19 meledak di Wuhan, rantai pasokan komoditas dan orang-orang yang bekerja di dalam mata rantai ini, ditambah dengan mobilitas orang bolak-balik dari dan ke Wuhan tiap hari, membuat wabah Covid-19 dengan mudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Globalisasi tidak hanya terjadi pada kehidupan manusia, tetapi juga Covid-19.
Buku ini mengingatkan kita bahwa flu Spanyol 1918–1919 juga berimbas pada Indonesia, terutama Pulau Jawa. Pemerintahan Belanda menamakannya gelekoorts (demam kuning) dan menyebar dari bulan Juni sampai September 1918. Diperkirakan korbannya di atas empat juta orang dan yang meninggal sekitar 1,3 juta orang, padahal populasi Indonesia pada waktu itu adalah 53 juta orang.
Tingkat kematian yang 2,5 persen ini tinggi. Pembuat kebijakan kesehatan Indonesia perlu kembali pada studi-studi yang meneliti dampak flu Spanyol di Pulau Jawa memperdalam pengetahuan mereka untuk mengetahui kerentanan sosial, ekonomi dan lingkungan pada waktu itu.
Misalnya saja perlu diketahui, di mana deforestasi di Pulau Jawa pada waktu itu terjadi dan apakah daerah di sekitar deforestasi tersebut merupakan daerah epidemi yang parah? Sejarah merupakan titik hulu yang akan dapat membantu pengertian di titik hilir, yaitu Indonesia sekarang ini. Covid-19 tidak berdiri sendiri dan terjadi begitu saja.
Sejarah merupakan titik hulu yang akan dapat membantu pengertian di titik hilir, yaitu Indonesia sekarang ini.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang dibentuk Pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan awal dari pendekatan ”One Health” dan memaksakan birokrasi antardepartemen dan juga tingkat nasional dan daerah untuk bekerja sama.
Tugas utama yang tidak kalah pentingnya bagi para birokrat kita adalah pencatatan pandemi Covid-19 di Indonesia sekarang dan menjadikannya dokumen kesehatan yang resmi sehingga bila nanti cucu-cucu kita mengalami hal yang sama, rekam jejak Covid-19 di Indonesia ini dapat membantu memberikan arahan.
Dokumen sejarah kesehatan ini harus bisa diakses oleh universitas-universitas kita sehingga dapat dikembangkan menjadi studi kesehatan masyarakat khusus untuk Indonesia. Buku ini merupakan tahap awal dari proses pencatatan sejarah kesehatan tersebut.
Deskripsi judul bab
Buku ini mempunyai satu kelemahan, yaitu pada deskripsi judul bab di daftar isi buku yang hanya memberikan judul-judul umum, dan tidak mencerminkan kedalaman, kejelian serta keahlian dari para penulis buku ini. Judul-judul bab ini memerlukan judul sub‐bab untuk memudahkan pembaca. Sebab, dapat dipastikan siapa saja yang memiliki buku ini akan terus membaca kembali buku ini karena memerlukan informasinya. Judul sub‐bab akan sangat membantu mencari informasi yang dibutuhkan.
Buku Memahami Krisis dan Kemelut Pandemi Covid-19 tidak saja merupakan sebuah buku yang penting bagi pencatatan sejarah kesehatan Indonesia, tetapi juga buku pegangan orang awan untuk dapat mengerti pandemi dan Covid-19 karena informasi di dalamnya berbasis ilmu pengetahuan. Buku ini berguna bagi semua profesi dari guru, birokrat, sampai dengan pengusaha dan mampu memberdayakan pembaca untuk dapat mulai mengambil andil dalam pencegahan meluasnya wabah penyakit.
(Ratih Hardjono, Mantan wartawan Kompas. Sekarang bekerja sebagai konsultan Public Affairs. )
No comments:
Post a Comment