Bamboo Pioneers: An interview with Noer Fauzi Rachman


Bamboo of the Future
  

https://www.bambuvillage.org/blog/2023/02/14/bamboo-pioneers-an-interview-with-noer-fauzi-rachman-bamboo-of-the-future/ 

It is not easy to introduce the new uniqueness of bamboo to people who for generations see bamboo as something inferior. It is as difficult as showing fish the uniqueness and potential of water.

 

Noer Fauzi Rachman is an expert on population, agrarian policy, and political ecology. He is a member of the Board of the Environmental Bamboo Foundation and has great enthusiasm for the development of bamboo in Indonesia. Noer Fauzi Rahman received his PhD in Environmental Science, Policy and Management, University of California, Berkeley, USA, 2011. 

Belajar Menghadapi Masalah Dengan Metoda Live In

-- Suatu Panduan Metodologi  




Noer Fauzi Rachman 

 

 

Datangilah rakyat;

Hiduplah bersama mereka;

Belajarlah dari mereka;

Cintailah mereka;

Mulailah dengan yang mereka tahu;

Bangunlah dengan apa yang mereka miliki;

Ketahuilah pemimpin yang terbaik adalah ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, rakyat berkata, “Kami sendirilah yang mengerjakannya”.

Lao Tsu[1]  

 

  

Pendahuluan 

 

Apakah yang menyebabkan kampung-kampung  di pedesaan tidak menjadi tujuan pengabdian para pemuda-pemudi sekarang ini, dan sekadar menjadi tempat berangkat? Salah satu jawabannya, karena sekolah telah mengajarkan ilmu-ilmu yang membuat pemuda-pemudinya pergi. Semakin tinggi tingkat sekolah orang-orang desa, semakin kuat pula aspirasi, motif, dan dorongan mereka untuk meninggalkan desanya. Desa ditinggalkan pemuda-pemudi yang pandai untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi.  Semua itu akibat aspirasi, motif, dan dorongan untuk memperoleh cara dan gaya hidup baru perkotaan modern, yang dianggap sebagai keniscayaan yang harus ditempuh. Pemuda-pemudi desa sekarang ini telah dan sedang menganut paham bahwa tenaga kerja manusia adalah komoditas, barang yang diperdagangkan. Kota menjadi daya tarik, magnet, yang luar biasa. Badan mereka di desa, tapi imajinasinya  hidup di kota-kota. Lulusan sekolah menjadi tenaga kerja di kota (urban workers). Mereka berpikir dan bertindak yang berbeda secara total dengan orang tua mereka.