Silabus Psikologi Komunitas dan Kerja Kebijakan



Noer Fauzi Rachman

Pendekatan, strategi, konsep, dan metodologi untuk memberdayakan komunitas terlibat dalam proses-proses kebijakan 

Silabus untuk Program S2 Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. 

Kuliah 2 SKS, Kerja Praktek 2 SKS. Semester ganjil Januari – Juli 2023 

 

 

“Banyak organisasi bercita-cita memperjuangkan keadilan sosial, namun mengingat kerumitan, luasnya dimensi dan aspek-aspek ketidakadilan sosial, selain fakta adanya kesulitan untuk memulai darimana, maka banyak organisasi yang terjebak sebagai ‘pengrajin sosial’ semata, bahkan lama-kelamaan tidak mampu lagi keluar dari jebakan tersebut. Hal ini terutama karena mereka terlalu memandang persoalan ketidakadilan sosial dengan pendekatan praktis tanpa mengkaitkannya dengan program strategis. Suatu organisasi yang terlalu bersemangat menangani issu atau masalah kemiskinan, misalnya, dapat terjerumus menjadi organisasi sedekah (charity) belaka. Organisasi tersebut ibarat menolong bayi yang terapung di sungai yang melewati desa mereka setiap hari, tanpa mempertanyakan: mengapa ada orang membuang bayi mereka?”

Mansour Fakih (2000) dalam Topatimasang, R., M. Fakih, & T. Rahardjo (2000) Merubah Kebijakan Publik, Panduan Pelatihan Advokasi untuk Organisasi Non-Pemerintah. Yogyakarta: Insist Press. Halaman v-vi.

 

“The challenge for community psychologists is to insert themselves in places where change can be promoted and to find sufficient supports within and outside government for their work... Changing policies that will improve the wellbeing of millions of people can be very satisfying.” 

G. Nelson & Prilleltensky, I. (Ed). (2005). Community Psychology: In Pursuit of Liberation & Wellbeing. Palgrave MacMillan, halaman 182.

 

 

Pengantar

            Psikologi memang dapat punya andil pada kebijakan publik, misalnya membantu pembuat kebijakan bisa mengantisipasi perilaku-perilaku masyarakat sebagai tanggapan pada inisiatif-inisiatif kebijakan yang diusulkan, atau ikutan dalam merancang kerangka-kerangka kebijakan yang dimaksudkan memotivasi satu kelompok masyarakat yang disasar untuk bertindak sedemikian rupa seperti yang diimajinasikan. Lebih sepuluh tahun terakhir ini, telah berkembang cara-cara bagaimana pengetahuan psikologi komunitas dapat dipergunakan membuat kebijakan pemerintah yang membuat lebih baik untuk kesejahteraan lahir bathin bersama (collective wellbeing) dari komunitas-komunitas yang diperjuangkan.

“Memperkuat Konstitusi Agraria menjadi Konstitusi Reforma Agraria”


Rachman, Noer Fauzi. (2023). "Memperkuat Konstitusi Agraria menjadi Konstitusi Reforma Agraria", dalam Menelusuri Pemikiran Hukum Agraria Prof. Maria S.W. Sumardjono. Ismail, Nurhasan, Simarmata, Rikardo, &  Bosko, Rafael Edy (Penyunting).   Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 109-128.


“UUD 1945 merupakan konstitusi agraria yang berisi mengenai prinsip-prinsip dan norma-norma mengenai hubungan penguasaan atas tanah dan sumber daya alam antara negara dan warga negara. Namun demikian, dari sisi teks, norma mengenai reforma agraria dalam UUD 1945 masih terlalu tipis dan sumir sehingga seringkali ketentuan tersebut malah ditafsirkan bukan untuk diarahkan kepada perwujudan keadilan agraria dan menjadikan rakyat selaku pemilik atas tanah air Indonesia sebagai aktor utama dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. Oleh karena itu diperlukan cara baru untuk memperkuat konstitusi agraria menjadi konstitusi reforma agraria.” 

Yance Arizona (2014:434, huruf tebal dari NFR)

 

Pendahuluan

            Mochammad Tauchid (1952) menegaskan bahwa masalah agraria adalah “masalah penghidupan dan kemakmuran rakyat Indonesia”. Dalam “Kata Pengantar” dari buku Masalah Agraria, sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, jilid 1, ia menulis bahwa 

“rakyat langsung merasakan akibat politik agraria kolonial Belanda berupa kemiskinan dan kesengsaraannya ... buku ini bukan sekedar kupasan tentang politik yang terdapat dalam Hukum Agraria Pemerintah Hindia Belanda, bagai- mana prakteknya dengan segala akibatnya. Juga hak-hak tanah menurut hukum adat dengan segala peraturan yang mengikutinya. ...(A)gar dalam usaha kita menyelesaikan soal ini mempunyai gambaran, mengetahui pangkal yang menimbulkan keadaan semacam ini.” (huruf miring dari penulis, NFR) 

            Buku Masalah Agraria menunjukkan tarikan rentang waktu yang panjang dari wilayah nusantara untuk menjelaskan sebab-sebab struktural dan politik agraria dari kemiskinan agraria yang kronis. Ini karya utama yang memberi contoh analisis politik agraria dengan pendekatan geografi sejarah (Hilmar Farid dan Ahmad Nashih Luthfi  2017). Dalam bab demi bab buku nya ini, kita bisa lihat dimulai dari retrospeksi buku Masalah Agraria ini pada “Kekuasaan Raja-raja atas Tanah” yang kemudian berinteraksi dengan kekuatan perusahan transnasional-kolonial Kompeni (VOC, Vereenigde Oost-Indische Compagnie, secara literal berarti Perusahaan India Timur Bersatu). Pada gilirannya Belanda membentuk pemerintahan wilayah jajahan tersendiri yang memiliki politik agraria yang menjadi sebab dari kemiskinan rakyat yang meluas. Lebih dari itu, kita diajak menjelajah pada detil-detil bagaimana politik agraria kolonial itu diterapkan dan berinteraksi dengan keragaman kehidupan rakyat dalam ruang geografis yang berbeda-beda, khususnya pada cara rakyat mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah-nya.