Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional Reforma Agraria dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017

 


Kantor Staf Presiden (2016) Pelaksanaan Reforma Agraria, Arahan Kantor Staf Presiden (KSP): Prioritas Nasional Reforma Agraria  dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017. Jakarta: Kantor Staf Presiden.

Naskah ini dihasilkan saat Noer Fauzi Rachman bertugas sebagai Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan, Kantor Staf Presiden (KSP) 2016-2018. Dokumen ini adalah salah satu kebijakan yang diprakarsai dan berhasil dibentuk hingga menjadi Program Prioritas Nasional Reforma Agraria, sebagaimana dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2017 dan seterusnya.



Ringkasan Eksekutif

        Nawacita memuat agenda reforma agraria dan strategi membangun Undinesia dari pinggiran dimulai dari daerah dan desa. Dalam pembangunan nasional, reforma agraria penting sebagai fondasi bagikebijakan ekonomi nasional yang berkaitan dengan upaya pemerataan pembangunan, pengurangan kesenjangan, penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan. Guna memastikan agenda reforma agraria yang ada dalam Nawacita berjalan efektif dan berhasil mencapai tujuannya, Kantor Staf Presiden (KSP) menyusun naskah arahan untuk penyusunan Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria 2016-2019. 

        Dokumen ini harus menjadi rujukansemua pihak untuk menyiapkan landasan hukum yang memadai untuk pelaksanaan Reforma Agraria, menyediakan keadilan melalui kepastian tenurial bagi tanah-tanah masyarakat yangberada dalam konflik-konflik agraria, mengidentifikasi subjek penerima dan objek tanah-tanahyang akan diatur kembali hubungan kepemilikan dan penguasaannya, mengatasi kesenjanganekonomi dengan meredistribusi lahan menjadi kepemilikan rakyat dan pengalokasian hutan untuk dikelola masyarakat, mengentaskan kemiskinan dengan perbaikan tata guna lahan dan pembentukan kekuatan-kekuatan produktif baru, dan untuk memastikan tersedianya dukungan kelembagaan di pemerintah pusat dan daerah, serta memampukan desa untuk mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya alam, dan wilayah kelola  desa.

        Kerangka programatik Reforma Agraria terdiri dari 6 (enam) Program Prioritas, yakni: (1) Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria; (2) Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria; (3) Kepastian Hukum danLegalisasi Hak atas Tanah Objek Reforma Agraria; (4) Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria; (5) Pengalokasian Sumber Daya Hutan untuk Dikelola oleh Masyarakat; serta (6) Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah. 

        Tiap-tiap program ini diisi oleh kegiatan-kegiatan prioritas yang akan dikerjakan secara sendiri- sendiri dan bekerjasama antara kementerian dan lembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa. Partisipasi masyarakat, baik kelompok-kelompok organisasi masyarakat sipil, maupun para perwakilan dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari program Reforma Agraria ini, ikut menentukan keberhasilan pencapaian program.

        Secara keseluruhan, isi dari naskah Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agrariaini, terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu: Pendahuluan; Program- Program Prioritas Pelaksanaan Reforma Agraria; Kegiatan-kegiatan Prioritas Pelaksanaan Reforma Agraria; Gugus Tugas Pengendalian Pelaksanaan Reforma Agraria, dan Penutup. 



Bab. 1. Pendahuluan

1.1.  Latar Belakang

            Dokumen Jalan Perubahan Menuju Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program Aksi Joko Widodo  M. Jusuf Kalla” yang diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) memuat sembilan agenda prioritas yang dinamakan Nawacita. Dengan terpilihnya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden (2014-2019), dokumen itu meningkat statusnya sebagai Janji Politik dan sekaligus amanat rakyat kepada Presiden terpilih untuk melaksanakannya.

            Nawacita memuat agenda reforma agraria dan strategi membangun Indonesia dari pinggiran, dimulai dari daerah dan desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-1019 memuat pula komponen-komponen program Reforma Agraria secara terpisah-pisah. Agar agenda reforma agraria yang ada dalam Nawacita dan RPJMN berjalan efektifdan berhasil mencapai tujuannya, Kantor Staf Presiden (KSP) menyusun naskah arahan untuk penyusunan Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria 2016-2019 ini.

            Secara proses, penyusunan naskah  ini dihasilkan melalui diskusi dan konsultasi intensif antara Tim KSP dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Pertanian, serta kalangan akademisi dari berbagai kampus dan sejumlah ahli dari organisasi non-pemerintah.

            Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria mencakup enam komponen program, yakni:

  1. Penguatan Kerangka Regulasi dan penyelesaian Konflik Agraria, yang ditujukan untuk menyediakan basis regulasi yang memadai bagi pelaksanaan agenda-agendaReforma Agraria, dan menyediakan keadilan melalui kepastian tenurial bagi tanah-tanah masyarakat yang berada dalam konflik-konflik agraria;
  2. Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria, yang ditujukan untukmengidentifikasi subjek penerima dan objek tanah-tanah yang akan diatur kembali hubunganpenguasaan dan kepemilikannya;
  3. Kepastian Hukum dan Legalisasi Hak atas Tanah Objek Reforma Agraria, yang ditujukanuntuk memberikan kepastian hukum dan penguatan hak dalam upaya mengatasi kesenjangan ekonomi dengan meredistribusi lahan menjadi kepemilikan rakyat;
  4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria, yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dengan perbaikantata guna dan pemanfaatan lahan, serta pembentukan kekuatan-kekuatan produktif baru;
  5. Pengalokasian Sumber Daya Hutan untuk Dikelola oleh Masyarakat, yang ditujukan untukmengatasi kesenjangan ekonomi dengan pengalokasian hutan negara untuk dikelola masyarakat; dan
  6. Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah, untuk memastikan untuk memastikan tersedianya dukungan kelembagaan di pemerintah pusat dan daerah, serta memampukan desa untuk mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan danpemanfaatan tanah, sumber daya alam, dan wilayah kelola desa.

            Tiap-tiap program ini diisi oleh kegiatan- kegiatan prioritas yang akan dikerjakan secara sendiri-sendiri dan bekerjasama antara kementerian dan lembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa. Partisipasi masyarakat, baik kelompok-kelompok organisasi masyarakat sipil, maupun para perwakilan dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari program.

            Pelaksanaan Reforma Agraria ini menyasar empat kategori tanah, yakni: (i) Tanah-tanah legalisasi aset yang menjadi objek dan sekaligus arena pertentangan klaim antara kelompok masyarakat dengan pihak perusahaan dan instansi pemerintah, dan tanah-tanah yang sudah dihakimasyarakat namun kepastian hukum nya belum diperoleh penyandang haknya; (ii) Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk diredistribusikan kepada kelompok masyarakat miskin pedesaan; (iii) Hutan negara yang dialokasikan untuk desa dan masyarakat desa melalui skema-skema hutan adat dan perhutanan sosial termasuk Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan sebagainya; dan (iv) Pengelolaan dan pengadaan lahan aset desauntuk diusahakan oleh rumah tangga petani miskin secara bersama. Kategori pertama dan keduaadalah tanah seluas sekitar 9 (sembilan) juta hektar yang termuat dalam janji politik Jokowi-JK dalam Nawacita. Sedangkan kategori ketiga adalah hutan negara seluas sekitar 12,7 juta hektarsebagaimana termuat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)2015-2019.

            Program-program prioritas dan kegiatan- kegiatan prioritas yang diikat oleh Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria dilaksanakan oleh masing-masing Kementerian dan Lembaga Pemerintah maupun bekerjasama secara sinergis dan lintas-sektor, serta  dikendalikandan dikordinasikan oleh Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Koordinator Perekonomian. Program-program prioritas dan kegiatan-kegiatan prioritas tersebut secara resmi masuk ke dalam Rencana Kerja Pemerintah yang penyusunannya dikoordinasikan Badan PerencanaanPembangunan Nasional (Bappenas), dan dukungan pendanaan dari Kementerian Keuanganmelalui pagu anggaran yang memadai. Pelaksanaan Reforma Agraria ini secara khusus akan dikendalikan Kantor Staf Presiden (KSP) sesuai sebagaimana diatur dalam Peraturan PresidenNomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden.

            Pada tingkat lokal, subyek yang disasar oleh program ini adalah kelompok-kelompok rumahtangga petani miskin yang terorganisir dan desa sebagai pengatur penguasaan, pemilikan, penatagunaan, dan pemanfaatan lahan dan hutan. Desa dan masyarakat desa dapat membentuk badan usaha khusus yang berfungsi untuk meningkatkan produktivitas dan menghasilkan pendapatan rumah tangga petanipeserta program secara bersama.

            Secara ideologis, Reforma Agraria ini dibuat dan dijalankan sebagai pelaksanaandari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa perekonomian negara disusun dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan mengembangkan bentuk-bentuk ekonomi kerakyatan. Secara khusus, stranas ini jugamenjalankan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dankekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” menjadi landasan konstitusional bagi pelaksanaan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, hutan dan kekayaan alam. Di bawah rezim Orde Baru, kewenangan pemerintah pusat mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam dilakukan secara sektoral, otoritarian, dan sentralistik. Setelah berlakunya Otonomi Daerah di tahun 2000, kewenangan pemerintahan daerah menguat dalampengaturan tanah dan kekayaan alam itu, khususnya dalam pemberian lisensi-lisensi pemanfaatan lahan/ hutan/tambang.

            Penafsiran mengenai konsep penguasaan Negara terhadap Pasal 33 UUD 1945 telah ditetapkan secara otoritatif oleh Mahkamah Konstitusi, yakni memberikanwewenang kepada pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum yang ditujukan untukmemberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini dimulai Mahkamah Konstitusi sejak putusan Perkara No. 001/ PUU-I/2003 dan Perkara No. 021/PUU-I/2003. Konsepsi penguasaan Negara itu diwujudkan dalam lima bentuk kewenangan, yaitu pembuatankebijakan (beleid), melakukan tindakan-tindakan pengurusan (bestuurs daad), menyelenggarakan pengaturan (regelen daad), pengelolaan (beheers daad) dan pengawasan(toezichthoudens daaduntuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

            Sementara itu, pada kenyataannya pemberian izin-izin pemanfaatan kekayaan alam kepada badan-badan usaha tersebut mengakibatkan tiga masalah utama, yakni ketimpangan penguasaan lahan, konflik-konflik agraria dan pengelolaan sumber daya alam, serta kerusakan lingkungan. Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria (Stranas PELRA) ini merujuk pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX Tahun 2001 (TAP MPR RI nomor IX/ MPRRI/2001) tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sebagai konsensus nasional di awal era reformasi untuk mengatasi tiga masalah utama tersebut, dan diatasi secara terpisah tapi sekaligus dengan kebijakan-kebijakan Pembaruan Agraria dan kebijakan-kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

            TAP MPR ini menunjukkan pengertian, prinsip, dan arah kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam yang dimandatkan untuk dijalankan oleh Presiden RI danDPR RI. Secara khusus, TAP MPR ini menekankan pentingnya penyelesaian pertentangan dan tumpang-tindih pengaturan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

            Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau  yang dikenal sebagai UU Pokok Agraria (UUPA) merupakan rujukan pokok bagi pelaksanaan Reforma Agraria. Pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang digariskan UUPA dimaksudkan untuk memastikan tanah tidakdimonopoli oleh segelintir penguasa tanah, dengan mengorbankan golongan ekonomi lemah yang hidupnya tergantung pada tanah, terutama para petani produsen makanan. Sementara itu, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memberi landasansektoral bagi pengaturan jurisdiksi baru bagi keberadaan kawasan hutan dan pengelolaan sumber daya hutan. Pengakuan hak-hak tenurial masyarakat memperoleh momentumdengan Putusan MK 45/ PUU-IX/2011 danPutusan MK 35/PUU-X/2012 35. Selanjutnya, momentum itu berada pada babak yang sama ketika komitmen “hutan untuk rakyat” (forest for people) di Kementerian Kehutanan hingga 2014, dan di bawah Kementerian LingkunganHidup dan Kehutanan (LHK) semakin menguat dengan mengakselerasi pemberian izin perhutanan sosial untuk kelompok masyarakat dan desa. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan PemberdayaanPetani, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jelas memberi panduan penting pula yang melandasi kerangka kerja Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria ini.

            Sesuai Nawacita, kini amanat untuk melaksanakan reforma agraria sedang mendapatkan momentumnya. Nawacita yang secara esensial diterjemahkan dari semangat dan ajaranTrisakti, yakni: berdaulat secara politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya melandasi spririt pelaksanaan reforma agraria. Pelaksanaan Reforma Agraria menjadilandasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi semesta dan nasional Indonesia yang mengarah pada kemandirian ekonomi negara. Secara ideologi dan metodologi, Nawacitadijadikan rujukan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 dan diturunkan menjadi program yang dijalankan oleh kementerian danlembaga pemerintah pusat melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

1.2. Misi dan Hasil yang Diharapkan

            Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria ini berangkat dari pengertian ReformaAgraria sebagai kebijakan, legislasi, dan program pemerintah yang diniatkan dan dijalankansebagai suatu operasi yang terkoordinasi dan sistematis untuk (a) meredistribusi kepemilikantanah, mengakui klaim-klaim dan hak-hak atas tanah, (b) memberi akses pemanfaatan tanah,sumber daya alam, dan wilayah, dan (c) menciptakan kekuatan produktif baru secara kolektif didesa dan kawasan pedesaan. Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan status,kekuasaan, dan pendapatan absolut maupun relatif dari masyarakat miskin, sehingga terjadiperubahan kondisi masyarakat miskin atas penguasaan tanah/lahan sebelum dan setelah adanya kebijakan, legislasi, dan program tersebut. Pengertian ini diinspirasikan oleh definisimengenai land reform yang dibuat oleh Michael Lipton (2009) dalam bukunya Land Reform in Developing Countries. Property Rights and Property Wrongs (London: Routledege). Pengertian ini dirujuk oleh Noer Fauzi Rachman (2014) Land Reform Dari Masa ke Masa. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.

            Kebijakan terkait Revolusi Mental dalam pelaksanaan reforma agraria, meliputi: (1) Masyarakat korban merasakan “negara hadir” dalam mengurus penyelesaian konflik agraria; (2) Masyarakat miskin merasakan “negara hadir” memastikan hak dan akses atas tanah dan sumber daya hutan untuk meningkatkan kesejahteraan; (3) Kerjasama antar kementerian/ lembaga pemerintah pusat, daerah dan desa untuk pembentukan basis-basis produktivitas dengan pengusahaan tanah dan sumber daya hutan secara kolektif sejalan dengan Konstitusi, khususnya ps. 33 ayat 3.

            Disadari, pelaksanaan Reforma Agraria tidak hanya memerlukan komitmen politik yang menjadi dasar motivasi pejabat-pejabat pemerintah bekerja di masing-masing kementerian danlembaga pemerintah maupun menjalin kerjasama antar kementerian dan lembaga pemerintah. Agar manjur mencapai tujuannya, pimpinan kementerian dan lembaga yang merancang dan menjalankan Reforma Agraria harus mengerahkan segala kekuatan yang diperlukan, termasuk untuk mengurangi kekuasaan pihak-pihak yang menghalangi misi Reforma Agraria ini.

            Reforma Agraria ini menyediakan pilihan cara lain bagi kelompok-kelompok masyarakat miskin di desa, khususnya para pemuda-pemudi dari rumah tangga petani, untuk keluar dari kemiskinan. Bukan dengan cara meninggalkan pertanian dan pedesaan dan pergi ke luar desa (kekota-kota menjadi bagian dari tenaga kerja industri ataupun kerja di sektor informal, atau ke luarnegeri menjadi buruh migran), melainkan memberi kepastian hak kepemilikan atas tanah dan akses atas lahan hutan secara bersama (kolektif), dan selanjutnya melakukan pemulihan layanan alam melalui penatagunaan tanah dan perbaikan ekosistem, serta peningkatan produktivitas melalui pengusahaan tanah bersama melalui badan-badan usaha bersama, termasuk Badan UsahaMilik Desa.

            Program ini akan menahan laju konsentrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, danpemanfaatan lahan di pedesaan melalui pemberian kepastian hak kepemilikan dan akses atas lahan secara kolektif untuk lapisan masyarakat miskin di pedesaan. Program ini juga sekaligusmenjadi momentum membangkitkan partisipasi masyarakat dan memberdayakan pemerintah desa untuk menata penguasaan, pemilikan, penatagunaan, dan pemanfaatan lahan dan hutan.

            Dengan demikian, secara khusus MISI dari Strategi Nasional Pelaksanaan ReformaAgraria ini adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin pedesaan secarabersama, dan memampukan desa dalam mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, hutan, dan  sumber daya alam lainnya.

1.3. Saharan dan Indikator

            Sasaran dan indikator pokok keberhasilan dari misi Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria ini, adalah:

  1. Tersedianya landasan hukum yang memadai untuk pelaksanaan Reforma Agraria untuk menyediakan keadilan melalui kepastian tenurial bagi tanah-tanah masyarakatyang berada dalam konflik-konflik agraria;
  2. Teridentifikasinya subjek penerima dan objek tanah-tanah yang akan diatur kembali hubungan kepemilikan dan penguasaannya, dan cara-cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan;
  3. Berkurangnya kesenjangan ekonomi dengan meredistribusi lahan menjadi kepemilikan rakyat;
  4. Berkurangnya kesenjangan ekonomi dengan pengalokasian hutan negara untuk dikelola masyarakat;
  5. Pemerataan pembangunan, pengurangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja melalui perbaikan tata guna lahan dan pembentukan kekuatan-kekuatan produktif baru;
  6. Tersedianya dukungan kelembagaan di pemerintah pusat, daerah dan desa yang mampu mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya alam, dan wilayah kelola desa.

Kondisi yang diharapkan setelah kegiatan- kegiatan prioritas dan program-program prioritas dalam pelaksanaan Reforma Agraria adalah status kesejahteraan masyarakat meningkat, dengan tanda: Jumlah rumah tangga miskin berkurang, ekosistem membaik, dan produktivitas lahan secara bersama dan per-kapita meningkat.  


Selanjutnya, keseluruhan naskah dapat diakses secara bebas di 

https://drive.google.com/file/d/1h6s8qG4w2rlaZm7g7eDEURLIP4aVS7Ot/view?usp=sharing



 

 

 

No comments:

Post a Comment