Masalah Agraria sebagai Agenda Bangsa

Sebuah Esai Pengantar

Noer Fauzi Rachman

Indonesia tanah yang mulya, Tanah kita yang kaya

Di sanalah aku berada, Untuk selama-lamanya

Indonesia tanah pusaka, Pusaka kita semuanya

Marilah kita mendo’a, Indonesia bahagia 

 

Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya, Bangsanya, rakyatnya, semuanya.

Sadarlah hatinya, Sadarlah budinya untuk Indonesia Raya

 

Indonesia Raya Merdeka, Merdeka, Tanahku, Negriku, yang kucinta

Indonesia Raya Merdeka, Merdeka, Hiduplah Indonesia Raya

… 

Indonesia tanah yang suci, Tanah kita yang sakti 

Di sanalah aku berdiri, M’jaga Ibu Sejati

Indonesia tanah berseri, Tanah yang aku sayangi

Marilah kita berjanji, Indonesia abadi 

 

Slamatlah tanahnya, Slamatkan putranya, pulaunya, lautnya, semuanya

Majulah negerinya, Majulah pandunya untuk Indonesia Raya

 

Indonesia Raya Merdeka, Merdeka, Tanahku, Negriku, yang kucinta

Indonesia Raya Merdeka, Merdeka, hiduplah Indonesia Raya

 

(Lagu kebangsaan Indonesia Raya, Stanza ke-II dan ke-III)

 

Lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan pada setiap upacara resmi di sekolah maupun kantor-kantor pemerintahan, setiap awal dari dimulainya televisi, maupun pada awal acara-acara olah raga dan pemberian penghargaan pada sang juara.  Sayangnya makna yang mendalam atas rasa kebangsaan jarang dihayati para pelantun dan pendengarnya. Yang umum diketahui hanyalah stanza ke-I dari lagu itu, tapi stanza ke-II dan ke-III  jarang diketahui, disana terkandung makna yang mendalam mengenai status keberadaan manusia, tanah-air dan bangsa Indonesia sebagai kesatuan hubungan yang abadi, dan hubungan itu dijaga keabadiannya melalui ketetapan bersama untuk “Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya, Bangsanya, rakyatnya, semuanya”; dan juga untuk “Slamatlah tanahnya, Slamatkan putranya, pulaunya, lautnya, semuanya.”