Sekolah Lapang ini Mengajarkan Ilmu Bersarang


Noer Fauzi Rachman (2022) "Sekolah Lapang ini mengajarkan Ilmu Bersarang", pengantar dalam Eka Yudha Garmana, Siti Maryam (2022) Tempat Kembali, Ngamumule Lemah Cai, Perjalanan Kembali ke Kampung Halaman melalui Sekolah Lapang. Yayasan Tanah Air Semesta bekerja sama dengan Samdhana Institute, Perum Perhutani, Koperasi Klasik Beans, dan Paguyuban Tani Sunda Hejo. Halaman iii-viii. Keseluruhan buku ini bisa diunduh secara keseluruhan https://drive.google.com/file/d/1_0qtRFopSA6uXe6ytcuQinBJwH2tIJq0/view?usp=share_link  


I


 

Saya membuka naskah pengantar ini dengan puisi Rendra (1996), Sajak Seonggok Jagung

Seonggok jagung di kamar 
tak akan menolong seorang pemuda 
yang pandangan hidupnya berasal dari buku, 
dan tidak dari kehidupan. 
Yang tidak terlatih dalam metode, 
dan hanya penuh hafalan kesimpulan, 
yang hanya terlatih sebagai pemakai, 
tetapi kurang latihan bebas berkarya. 
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya : 
Apakah gunanya pendidikan 
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing 
di tengah kenyataan persoalannya ? 
Apakah gunanya pendidikan 
bila hanya mendorong seseorang 
menjadi layang-layang di ibukota 
kikuk pulang ke daerahnya ? 
Apakah gunanya seseorang 
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, 
atau apa saja, 
bila pada akhirnya, 
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata : 
Di sini aku merasa asing dan sepi !

Apa yang menyebabkan pemuda/i meninggalkan tanah airnya?  Apa yang sedang terjadi dan mau kemana semua ini

 

 

II

 

            Sekolah-sekolah formal yang berjenjang mulai sekolah dasar, sekolah menengah, dan pergkita telah mengajarkan ilmu-ilmu yang membuat peuruan tinggi muda-pemudinya pergi dari kampung halaman tanah airnya.  Semakin tinggi tingkat sekolah orang-orang desa, semakin kuat pula aspirasi, motif dan dorongan mereka untuk meninggalkan kampung halamannya. Desa ditinggalkan pemuda-pemudi yang pandai, untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.  Semua itu akibat aspirasi, motif dan dorongan untuk punya suatu cara dan gaya hidup modern, yang dianggap sebagai keniscayaan yang harus ditempuh. Pemuda-pemudi sekarang ini telah dan sedang menganut ideologi bahwa tenaga kerja manusia adalah komoditi, barang yang diperdagangkan. Bagi mereka yang tinggal di desa, kota menjadi daya tarik, magnet yang luar biasa. Badan mereka di desa, tapi imajinasinya  hidup di kota-kota. Lulusan sekolah menjadi tenaga kerja urban. Mereka berpikir, dan bertindak berbeda dengan orang tua mereka.